Jumat, 06 April 2012

uts metpen


Hilman Kusmayadi
1210103018
Semester 4
UTS Metodologi Penelitian

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP  KUALITAS HADITS
BAB I
Pendahuluan
1.      Latar Belakang Masalah
            Perkataan, kepribadian dan perbuatan Nabi Muhammad Saw merupakan pegangan, dan uswah (tauladan) bagi kita kaum mislimin. Selain itu, sejarah perjuangannya pun dijadikan motivasi bagi ummat Islam sedunia dalam melanjutkan dakwah menyebarkan amar ma’ruf dan nahi mungkar . Oleh karena itu, siapa saja yang ingin mengetahui manhaj (metodologi) keberhasilan perjuangan, karakteristik dan pokok-pokok ajaran Nabi muhammad Saw. Maka hal itu dapat kita pelajri bersama dalam sunnah al Nabawiyyah.
Penelitian kualitas hadis perlu dilakukan, bukan berarti meragukan hadis Nabi Muhammad saw, tetapi melihat keterbatasan perawi hadis sebagai manusia, yang ada kalnnya melakukan kesalahan, baik karena lupa maupun karena didorong oleh kepentingan tertentu . Keberadan perawi hadis sangat menentukan kualitas hadis, baik kualitas sanad maupun kualitas matan hadis. Obyek terpenting dalam rangka penilitian hadis ada dua macam, yaitu : (1) materi hadis itu sendiri (matn al hadis) dan (2) rangkaian terhadap sejumlah periwayat yang menyampaikan riwayat hadis (sanad al hadis).
Secara bahasa Hadits yaitu perkataan atau percakapan. Hadits merupakan sumber hukum islam yang kedua yang didalamnya terdapat perkataan, perbuatan, sifat dan taqrir Nabi Muhammad SAW.  Namun untuk saat ini kata Hadits mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan makna sunnah. Fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, adalah menguraikan segala sesuatu yang disampaikan dalam Al-Qur`an secara global, samar dan singkat. Dengan demikian Al-Qur`an dan hadits menjadi satu kesatuan pedoman bagi umat Islam. Ditegaskan dalam Al-Qur`an: "Barang siapa mentaati Rosul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barang siapa berpaling (dari ketaatan itu, maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka." (QS. 4/An-Nisa`: 80) Yang dimaksud "Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka." adalah Rosul tidak bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan tidak menjamin agar mereka tidak berbuat kesalahan.
            Allah SWT juga berfirman, "Apa yang diberikan Rosul kepadamu, terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah," (QS. 59/Al Hasyr: 7) Senada dengan kedua ayat tersebut, Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Allah SWT membahagiakan orang yang mendengar sabdaku, kemudian ia menyampaikan kepada orang lain sebagaimana ia telah mendengarnya (maksudnya tidak mengurangi atau menambah-nambahi). Boleh jadi orang yang menerima hadits itu lebih mengerti dibandingkan dengan orang yang memberitakannya." (HR. Muttafaq Alaih).
Dalam hadits ada yang disebut sanad, yaitu rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Matan adalah redaksi dari hadits. Dalam pembahasan ini saya mengambil judul bagaimana pandangan masyarakat terhadap keshahihan hadits. Kebanyakan masyarakat seringkali mengabaikan keshahihan hadits, masyarakat kebanyakan menjadikan hadits sebagai sumber hukum tanpa melihat dan mencari apakah hadits itu shahih, dhaif ataupun maudhu.
2.      Rumusan Malsalah
            Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pandangan masyarakat terhadap keshahihan Hadits?

3.      Tujuan penelitian
            Sesuai dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan masyarakat terhadap status sebuah hadits.


4.      Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna :
·         Untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dalam bidang agama khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca penelitian ini.
·         Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan muslimin.
·         Supaya para Ustad dan Ustadzah di masyarakat meyampaikan sebuah hadits dengan status haditsnya, apakah hadits itu shahih, ahad, dhaif atau maudhu.
·         Suapaya masyarakat jeli dalam merapkan sebuah hukum yang bersumber dari hadits.

5.      Metode pengumpulan data
            Dalam studi literatur ini, pengumpulan data penulis lakukan dengan membaca, mengkaji, kemudian mencatat hal-hal penting yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini serta menambahkan referensi dari sumber yang lain.











BAB II
Pemabahasan
1.      Pengertian hadits shahih
            Hadits shahih yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
·         Sanadnya bersambung;
·         Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
·         Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits.

2.      Pengertian hadits hasan
Hadits hasan bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.

3.      Pengertian hadits dhaif
Hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.
4.      Pengetian hadits maudhu
Hadits maudhu bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.
5.      Pembahasan matan hadits
            Konstruksi hadist secara sederhana tersusun atas pengantar pemberitaan (sanad) dan inti berita (matan). Sanad berfungsi membuktikan proses kesejarahan terjadinya hadist, Sedang matan mempresentasikan konsep ajaran yang terbalut dalam bahasa ungkapan hadist yang diasosiakan kepada sumbernya. Konsekuensi hadist yang demikian menuntut kesadaran bahwa penelitian matan hadist tidak hanya berada dalam wilayah keilmuan semata, melainkan langsung berhubungan dengan ajaran dan keyakinan agama islam. Derajat kebenaran agama islam bertaraf adi kodrati (absolut) karena terjamin oleh otoritas sumbernya, maka kedudukan hadist sebagai wahana untuk memperoleh informasi keislaman perlu diimbangi dengan membatasi ruang gerak penelitian matan agar tidak menjangkau uji kebenaran materi pemberitaan hadist nabawi yang lebih menuntut sikap kedudukan hamba (ta’abudi). Dengan demikian, aplikasi metodologis penelitian matan bersandar pada kriteria maqbul (diterima) atau mardud (ditolak) untuk kepentingan melandasi pemikiran keagamaan, bukan bersandar pada kriteria benar atau salah menurut penilaian keilmuan rasional atau empiris.
            Tujuan dari penelitian matan adalah memperoleh data teks yang mempertahankan formula keshahihan makna dan keutuhan kehendak dengan mengeliminir unsur sisipan, tambahan yang mengganggu serta paling minim kesalahan redaksinya. Sebagai konsekuensi arah tujuan kritik matan maka gejala kerancuan bahasa masih bisa ditolerir, berbeda dengan kerancuan dalam makna (konsep ajaran). Penelitian matan yang tidak hanya berada dalam wilayah keilmuan semata, tapi langsung berhubungan dengan ajaran dan keyakinan agama maka diperlukan metodologi yang tepat. Dalam memasuki langkah penelitian matan hadist ada beberapa hal yang cukup fundamental penting dikemukakan yaitu 1) obyek forma penelitian 2) potensi bahasa teks matan 4) status marfu’ dan mawquf hadist.
            Obyek forma penelitian matan disini yaitu mencakup uji ketetapan nisbah ungkapan matan, uji validitas komposisi dan struktur bahasa pengantar matanatau uji teks redaksi serta uji taraf koherensi konsep yang terkandung dalam formula matan hadist. Mengenahi hipotesa dalam penelitian, selama ini kita mengenal bahwa tiap-tiap hadist itu dibagi kepada dua urusan yaitu uruan sanad dan urusan matan. Walaupun keduanya sangat erat kaitannya tetapi perlu diketahui bahwa antara sanad dan matan tidak mesti ada hubungannya, yakni kalau sanad sudah sah belum tentu matannya pun turut sah begitupun sebaliknya. Tetapi diantaranya hadist hadist riwayat ada yang sah sanad dan matannya ada yang tidak.