Hilman
Kusmayadi
1210103018
Semester
4
UTS
Metodologi Penelitian
PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS HADITS
BAB
I
Pendahuluan
1. Latar
Belakang Masalah
Perkataan,
kepribadian dan perbuatan Nabi Muhammad Saw merupakan pegangan, dan uswah
(tauladan) bagi kita kaum mislimin. Selain itu, sejarah perjuangannya pun
dijadikan motivasi bagi ummat Islam sedunia dalam melanjutkan dakwah
menyebarkan amar ma’ruf dan nahi mungkar . Oleh karena itu, siapa saja yang
ingin mengetahui manhaj (metodologi) keberhasilan perjuangan, karakteristik dan
pokok-pokok ajaran Nabi muhammad Saw. Maka hal itu dapat kita pelajri bersama
dalam sunnah al Nabawiyyah.
Penelitian kualitas hadis perlu
dilakukan, bukan berarti meragukan hadis Nabi Muhammad saw, tetapi melihat
keterbatasan perawi hadis sebagai manusia, yang ada kalnnya melakukan
kesalahan, baik karena lupa maupun karena didorong oleh kepentingan tertentu .
Keberadan perawi hadis sangat menentukan kualitas hadis, baik kualitas sanad
maupun kualitas matan hadis. Obyek terpenting dalam rangka penilitian hadis ada
dua macam, yaitu : (1) materi hadis itu sendiri (matn al hadis) dan (2)
rangkaian terhadap sejumlah periwayat yang menyampaikan riwayat hadis (sanad al
hadis).
Secara
bahasa Hadits yaitu perkataan atau percakapan. Hadits merupakan sumber hukum
islam yang kedua yang didalamnya terdapat perkataan, perbuatan, sifat dan
taqrir Nabi Muhammad SAW. Namun untuk
saat ini kata Hadits mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan
makna sunnah. Fungsi
hadits sebagai sumber hukum Islam yang kedua, adalah menguraikan segala sesuatu
yang disampaikan dalam Al-Qur`an secara global, samar dan singkat. Dengan
demikian Al-Qur`an dan hadits menjadi satu kesatuan pedoman bagi umat Islam.
Ditegaskan dalam Al-Qur`an: "Barang siapa mentaati Rosul (Muhammad), maka
sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barang siapa berpaling (dari
ketaatan itu, maka (ketahuilah) Kami tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi
pemelihara mereka." (QS. 4/An-Nisa`: 80) Yang dimaksud "Kami tidak
mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka." adalah Rosul tidak
bertanggung jawab terhadap perbuatan-perbuatan mereka dan tidak menjamin agar
mereka tidak berbuat kesalahan.
Allah
SWT juga berfirman, "Apa yang diberikan Rosul kepadamu, terimalah. Dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah," (QS. 59/Al Hasyr: 7) Senada
dengan kedua ayat tersebut, Nabi Muhammad Rosulullah saw. bersabda, "Allah
SWT membahagiakan orang yang mendengar sabdaku, kemudian ia menyampaikan kepada
orang lain sebagaimana ia telah mendengarnya (maksudnya tidak mengurangi atau
menambah-nambahi). Boleh jadi orang yang menerima hadits itu lebih mengerti
dibandingkan dengan orang yang memberitakannya." (HR. Muttafaq Alaih).
Dalam hadits ada yang
disebut sanad, yaitu rantai penutur/perawi (periwayat) hadits. Matan adalah
redaksi dari hadits. Dalam pembahasan ini saya mengambil judul bagaimana
pandangan masyarakat terhadap keshahihan hadits. Kebanyakan masyarakat
seringkali mengabaikan keshahihan hadits, masyarakat kebanyakan menjadikan
hadits sebagai sumber hukum tanpa melihat dan mencari apakah hadits itu shahih,
dhaif ataupun maudhu.
2. Rumusan
Malsalah
Rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pandangan masyarakat terhadap
keshahihan Hadits?
3. Tujuan penelitian
Sesuai
dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pandangan masyarakat terhadap status sebuah hadits.
4. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat berguna :
·
Untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dalam bidang
agama khususnya untuk penulis dan umumnya untuk pembaca penelitian ini.
·
Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan
muslimin.
·
Supaya para Ustad dan Ustadzah di masyarakat meyampaikan sebuah
hadits dengan status haditsnya, apakah hadits itu shahih, ahad, dhaif atau
maudhu.
·
Suapaya masyarakat jeli dalam merapkan sebuah hukum yang bersumber
dari hadits.
5. Metode pengumpulan data
Dalam
studi literatur ini, pengumpulan data penulis lakukan dengan membaca, mengkaji,
kemudian mencatat hal-hal penting yang berkaitan dengan pembahasan penelitian
ini serta menambahkan referensi dari sumber yang lain.
BAB II
Pemabahasan
1.
Pengertian hadits shahih
Hadits shahih yakni tingkatan tertinggi penerimaan
pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
·
Sanadnya
bersambung;
·
Diriwayatkan
oleh penutur/perawi yg adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak
fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
·
Matannya
tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab
tersembunyi atau tidak nyata yg mencacatkan hadits.
2.
Pengertian hadits hasan
Hadits hasan bila hadits yang tersebut sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya,
serta matannya tidak syadz serta cacat.
3.
Pengertian hadits dhaif
Hadits yang sanadnya tidak
bersambung (dapat berupa mursal, mu’allaq, mudallas, munqati’ atau mu’dal)dan
diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung
kejanggalan atau cacat.
4.
Pengetian hadits maudhu
Hadits maudhu
bila hadits dicurigai palsu atau
buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan
berdusta.
5.
Pembahasan matan hadits
Konstruksi
hadist secara sederhana tersusun atas pengantar pemberitaan (sanad) dan inti
berita (matan). Sanad berfungsi membuktikan proses kesejarahan terjadinya
hadist, Sedang matan mempresentasikan konsep ajaran yang terbalut dalam bahasa
ungkapan hadist yang diasosiakan kepada sumbernya. Konsekuensi hadist yang
demikian menuntut kesadaran bahwa penelitian matan hadist tidak hanya berada
dalam wilayah keilmuan semata, melainkan langsung berhubungan dengan ajaran dan
keyakinan agama islam. Derajat kebenaran agama islam bertaraf adi kodrati
(absolut) karena terjamin oleh otoritas sumbernya, maka kedudukan hadist
sebagai wahana untuk memperoleh informasi keislaman perlu diimbangi dengan
membatasi ruang gerak penelitian matan agar tidak menjangkau uji kebenaran
materi pemberitaan hadist nabawi yang lebih menuntut sikap kedudukan hamba
(ta’abudi). Dengan demikian, aplikasi metodologis penelitian matan bersandar
pada kriteria maqbul (diterima) atau mardud (ditolak) untuk kepentingan
melandasi pemikiran keagamaan, bukan bersandar pada kriteria benar atau salah
menurut penilaian keilmuan rasional atau empiris.
Tujuan
dari penelitian matan adalah memperoleh data teks yang mempertahankan formula
keshahihan makna dan keutuhan kehendak dengan mengeliminir unsur sisipan,
tambahan yang mengganggu serta paling minim kesalahan redaksinya. Sebagai
konsekuensi arah tujuan kritik matan maka gejala kerancuan bahasa masih bisa
ditolerir, berbeda dengan kerancuan dalam makna (konsep ajaran). Penelitian
matan yang tidak hanya berada dalam wilayah keilmuan semata, tapi langsung
berhubungan dengan ajaran dan keyakinan agama maka diperlukan metodologi yang
tepat. Dalam memasuki langkah penelitian matan hadist ada beberapa hal yang
cukup fundamental penting dikemukakan yaitu 1) obyek forma penelitian 2)
potensi bahasa teks matan 4) status marfu’ dan mawquf hadist.
Obyek
forma penelitian matan disini yaitu mencakup uji ketetapan nisbah ungkapan
matan, uji validitas komposisi dan struktur bahasa pengantar matanatau uji teks
redaksi serta uji taraf koherensi konsep yang terkandung dalam formula matan
hadist. Mengenahi hipotesa dalam penelitian, selama ini kita mengenal bahwa
tiap-tiap hadist itu dibagi kepada dua urusan yaitu uruan sanad dan urusan matan.
Walaupun keduanya sangat erat kaitannya tetapi perlu diketahui bahwa antara
sanad dan matan tidak mesti ada hubungannya, yakni kalau sanad sudah sah belum
tentu matannya pun turut sah begitupun sebaliknya. Tetapi diantaranya hadist
hadist riwayat ada yang sah sanad dan matannya ada yang tidak.