MAKALAH
PACARAN
MENURUT ISLAM
Diajukan untuk
memenuhi tugas individu
MATA KULIAH
FIQH
OLEH :
USTAD ABDUL AZIZ M. Ag
Disusun
oleh ;
Hilman
kusmayadi
TAFSIR HADITS
FAKULTAS
USHULUDDIN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2011
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Islam adalah agama yang suci, yang dibawa oleh nabi
Muhammad saw sebagai rahmat untuk semesta alam. Setiap makhluk hidup mempunyai
hak untuk menikmati kehidupan baik hewan, tumbuhan maupun manusia (terutama)
yang menyandang gelar khalifah di muka bumi ini. Oleh karena itu ajaran Islam
sangat mementingkan pemeliharaan terhadap 5 hal yaitu agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta
Memelihara jiwa dan melindunginya dari berbagai ancaman
berarti memelihara eksistensi kehidupan umat manusia. Namun, tidak semua orang
merasa senang dan bahagia dengan setiap kelahiran yang tidak direncanakan,
karena faktor kemiskinan, hubungan di luar nikah dan alasan-alasan lainnya. Hal
ini mengakibatkan, ada sebagian wanita yang ‘stress’ atas bayi yang
dikandungnya dari hasil hubungan diluar pernikahan akibat pergaulan bebas yang sekarang
menular pada generasi kita.
Semoga
kita dalam bimbingan Alloh SWT.
BAB
II
PEMBAHASAN
Pacaran
merupakan proses perkenalan antara dua insan manusia
yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan menuju kehidupan
berkeluarga
yang dikenal dengan pernikahan. Dalam pacaran, ada
aktivitas yang disebut dengan kencan.
Aktivitas ini berupa kegiatan yang telah direncana maupun tak terencana. Kencan
yang tak terencana disebut dengan blind date.
Tradisi
pacaran memiliki variasi dalam pelaksanaannya dan sangat dipengaruhi oleh
tradisi dalam masyarakat individu-individu yang terlibat. Dimulai dari proses
pendekatan, pengenalan pribadi, hingga akhirnya menjalani hubungan afeksi yang
ekslusif. Perbedaan tradisi dalam pacaran, sangat dipengaruhi oleh kebudayaan
yang dianut oleh seseorang. Berdasarkan tradisi zaman
kini, sebuah hubungan dikatakan pacaran jika telah menjalin hubungan
cinta-kasih yang ditandai dengan adanya aktivitas-aktivitas seksual
atau percumbuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Edisi Ketiga, 2002:807), pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang
tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah
bercintaan; (atau) berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah
mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar. Sementara kencan sendiri
menurut kamus tersebut adalah berjanji
untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan
bersama.
Soal pacaran di zaman sekarang tampaknya menjadi gejala umum di
kalangan kawula muda. Barangkali fenomena ini sebagai akibat dari pengaruh
kisah-kisah percintaan dalam roman, novel, film dan syair lagu. Sehingga
terkesan bahwa hidup di masa remaja memang harus ditaburi dengan bunga-bunga
percintaan, kisah-kisah asmara, harus ada pasangan tetap sebagai tempat untuk
bertukar cerita dan berbagi rasa.
Selama ini tempaknya
belum ada pengertian baku tentang pacaran. Namun setidak-tidaknya di dalamnya
akan ada suatu bentuk pergaulan antara laki-laki dan wanita tanpa nikah. Kalau
ditinjau lebih jauh sebenarnya pacaran menjadi bagian dari kultur Barat. Sebab
biasanya masyarakat Barat mensahkan adanya fase-fase hubungan hetero seksual
dalam kehidupan manusia sebelum menikah seperti puppy love (cinta
monyet), dating (kencan), going steady (pacaran), dan engagement
(tunangan).
Bagaimanapun mereka
yang berpacaran, jika kebebasan seksual da lam pacaran diartikan sebagai
hubungan suami-istri, maka dengan tegas mereka menolak. Namun, tidaklah
demikian jika diartikan sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan cinta, sebagai
alat untuk memilih pasangan hidup. Akan tetapi kenyataannya, orang berpacaran
akan sulit segi mudharatnya ketimbang maslahatnya. Satu contoh : orang
berpacaran cenderung mengenang dianya.
Waktu luangnya
(misalnya bagi mahasiswa) banyak terisi hal-hal semacam melamun atau
berfantasi. Amanah untuk belajar terkurangi atau bahkan terbengkalai. Biasanya
mahasiswa masih mendapat kiriman dari orang tua. Apakah uang kiriman untuk
hidup dan membeli buku tidak terserap untuk pacaran itu ?
Atas dasar itulah ulama
memandang, bahwa pacaran model begini adalah kedhaliman atas amanah orang tua.
Secara sosio kultural di kalangan masyarakat agamis, pacaran akan mengundang
fitnah, bahkan tergolong naif. Mau tidak mau, orang yang berpacaran sedikit
demi sedikit akan terkikis peresapan ke-Islam-an dalam hatinya, bahkan bisa
mengakibatkan kehancuran moral dan akhlak. Na’udzubillah min dzalik !
Sudah banyak gambaran
kehancuran moral akibat pacaran, atau pergaulan bebas yang telah terjadi akibat
science dan peradaban modern (westernisasi). Islam sendiri
sebagai penyempurnaan dien-dien tidak kalah canggihnya memberi
penjelasan mengenai berpacaran. Pacaran menurut Islam diidentikkan sebagai apa
yang dilontarkan Rasulullah SAW :
"Apabila
seorang di antara kamu meminang seorang wanita, andaikata dia dapat melihat
wanita yang akan dipinangnya, maka lihatlah." (HR Ahmad dan Abu Daud).
Namun Islam juga,
jelas-jelas menyatakan bahwa berpacaran bukan jalan yang diridhai Allah, karena
banyak segi mudharatnya. Setiap orang yang berpacaran cenderung untuk bertemu,
duduk, pergi bergaul berdua. Ini jelas pelanggaran syari’at ! Terhadap larangan
melihat atau bergaul bukan muhrim atau bukan istrinya. Sebagaimana yang
tercantum dalam HR Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas yang artinya: "Janganlah
salah seorang di antara kamu bersepi-sepi (berkhalwat) dengan seorang wanita,
kecuali bersama dengan muhrimnya." Tabrani dan Al-Hakim dari
Hudzaifah juga meriwayatkan dalam hadits yang lain: "Lirikan mata
merupakan anak panah yang beracun dari setan, barang siapa meninggalkan karena
takut kepada-Ku, maka Aku akan menggantikannya dengan iman sempurna hingga ia
dapat merasakan arti kemanisannya dalam hati."
Tapi mungkin juga ada
di antara mereka yang mencoba "berdalih" dengan mengemukakan argumen
berdasar kepada sebuah hadits Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Abu Daud
berikut : "Barang siapa yang mencintai karena Allah, membenci karena
Allah, atawa memberi karena Allah, dan tidak mau memberi karena Allah, maka
sungguh orang itu telah menyempurnakan imannya." Tarohlah mereka itu
adalah orang-orang yang mempunyai tali iman yang kokoh, yang nggak bakalan
terjerumus (terlalu) jauh dalam mengarungi "dunia berpacaran" mereka.
Tapi kita juga berhak bertanya : sejauh manakah mereka dapat mengendalikan
kemudi "perahu pacaran" itu ? Dan jika kita kembalikan lagi kepada
hadits yang telah mereka kemukakan itu, bahwa barang siapa yang mencintai
karena Allah adalah salah satu aspek penyempurna keimanan seseorang, lalu
benarkah mereka itu mencintai satu sama lainnya benar-benar karena Allah ? Dan
bagaimana mereka merealisasikan "mencintai karena Allah" tersebut ?
Kalau (misalnya) ada acara bonceng-boncengan, dua-duaan, atau bahkan sampai
buka aurat (dalam arti semestinya selain wajah dan dua tapak tangan) bagi si
cewek, atau yang lain-lainnya, apakah itu bisa dikategorikan sebagai
"mencintai karena Allah ?" Jawabnya jelas tidak !
Pacaran dalam Islam (menurut pandangan
yang lain) [1]
Bagaimana sebenarnya
pacaran itu enak tidak? Bahaya atau
tidak? Apakah pacaran itu harus kita
lakukan kalau ingin nyari pasangan hidup kita ? Apakah memang benar ada pacaran
yang Islami itu, dan bagaimana kita menyikapi hal itu?
Memiliki rasa cinta adalah
fitrah
Ketika hati udah
terkena panah asmara, terjangkit virus cinta, akibatnya...... dahsyat
kawan-kawan sekalian. yang diingat hanya si dia, ingin selalu berdua, akan
makan ingat si dia, waktu tidur mimpi si dia. Bahkan orang yang lagi fall in
love itu rela mengorbankan apa aja demi cinta, rela melakukan apa saja demi
cinta, semua dilakukan agar si dia tambah cinta. Sampai akhirnya....... pacaran
yuk. Cinta pun tambah terpupuk, hati penuh dengan bunga. Yang bahaya lagi,
karena karena ingin membuktikan cinta, bisa buat perut buncit (hamil). Karena
cinta diputusin bisa minum baygon. Karena cinta ditolak .... dukun pun ikut
bertindak.
Sebenarnya manusia
secara fitrah diberi potensi kehidupan yang sama, dimana potensi itu yang
kemudian selalu mendorong manusia melakukan kegiatan dan menuntut pemuasan.
Potensi ini sendiri bisa kita kenal dalam dua bentuk. Pertama, yang menuntut
adanya pemenuhan yang sifatnya pasti, kalo tidak terpenuhi manusia akan binasa.
Inilah yang disebut kebutuhan jasmani (haajatul 'udwiyah), seperti kebutuhan
makan, minum, tidur, bernafas, buang hajat dll. Kedua, yang menuntut adanya
pemenuhan saja, tapi kalau tidak
terpenuhi manusia tidak akan mati, hanya akan gelisah (tidak tenang)
sampai terpenuhinya tuntutan tersebut, yang disebut naluri atau keinginan
(gharizah). Kemudian naluri ini di bagi menjadi 3 macam yang penting yaitu :
a. Gharizatul baqa' (naluri untuk mempertahankan diri) misalnya rasa takut, cinta harta, cinta pada kedudukan, ingin diakui, dll.
a. Gharizatul baqa' (naluri untuk mempertahankan diri) misalnya rasa takut, cinta harta, cinta pada kedudukan, ingin diakui, dll.
b. Gharizatut tadayyun (naluri untuk mensucikan
sesuatu/ naluri beragama) yaitu kecenderungan manusia untuk melakukan
penyembahan/ beragama kepada sesuatu yang layak untuk disembah.
c. Gharizatun nau' (naluri untuk mengembangkan dan melestarikan jenisnya) manivestasinya bisa berupa rasa sayang kita kepada ibu, temen, sodara, kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi kepada lawan jenis.
c. Gharizatun nau' (naluri untuk mengembangkan dan melestarikan jenisnya) manivestasinya bisa berupa rasa sayang kita kepada ibu, temen, sodara, kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi kepada lawan jenis.
Pacaran dalam perspektif
islam
Faktanya, pacaran
merupakan wadah antara dua insan yang sedang “kasmaran,” dimana sering
cubit-cubitan, pandang-pandangan, pegang-pegangan, raba-rabaan sampai pergaulan
ilegal (seks). Islam sudah jelas menyatakan: "Dan janganlah kamu
mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan
suatu jalan yang buruk." (Q. S. Al Isra' : 32)
Seringkali sewaktu lagi
pacaran banyak aktivitas lain yang hukumnya wajib maupun sunnah jadi
terlupakan. Sampai-sampai sewaktu sholat sempat teringat si do'i. Pokoknya aktivitas
pacaran itu dekat sekali dengan zina. Jadi kesimpulannya PACARAN ITU HARAM
HUKUMNYA, dan tidak ada legitimasi
Islam buatnya, adapun beribu atau berjuta alasan tetap saja pacaran itu haram.
Adapun
resep nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud: "Wahai generasi
muda, barang siapa di antara kalian telah mampu seta berkeinginan menikah.
Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menundukkan pandangan mata dan
memelihara kemaluan. Dan barang siapa diantara kalian belum mampu, maka
hendaklah berpuasa, karena puasa itu dapat menjadi penghalang untuk melawan
gejolak nafsu."(HR. Bukhari, Muslim, Ibnu
Majjah, dan Tirmidzi).
Jangan suka “mojok”
atau berduaan ditempat yang sepi, karena yang ketiga adalah syaiton. Seperti
sabda nabi: "Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat
(berduaan di tempat sepi), sebab syaiton menemaninya, janganlah salah seorang
dari kalian berkhalwat dengan wanita, kecuali disertai dengan mahramnya."
(HR. Imam Bukhari Muslim).
Dan untuk para muslimah
jangan lupa untuk menutup auratnya agar tidak merangsang para lelaki. Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya." (Q. S. An Nuur :
31).
Dan juga sabda Nabi: "Hendaklah
kita benar-benar memejakamkan mata dan memelihara kemaluan, atau benar-benar
Allah akan menutup rapat matamu."(HR. Thabrany).
Yang perlu di ingat
bahwa jodoh merupakan QADLA' (ketentuan) Allah, dimana manusia tidak punya
kewenangan menentukan sama sekali, manusia hanya dapat berusaha mencari jodoh
yang baik menurut Islam. Tercantum dalam Al Qur'an: "Wanita-wanita yang
keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat
wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk
laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang
baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh
mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia
(surga)."
Islam
Mengakui Rasa Cinta
Islam mengakui
adanya rasa cinta yang ada dalam diri manusia. Ketika seseorang memiliki rasa
cinta, maka hal itu adalah anugerah Yang Kuasa. Termasuk rasa cinta kepada
wanita (lawan jenis) dan lain-lainnya.
“Dijadikan
indah pada manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik .”(QS. Ali Imran
:14).
Khusus kepada
wanita, Islam menganjurkan untuk mengejwantahkan rasa cinta itu dengan
perlakuan yang baik, bijaksana, jujur, ramah dan yang paling penting dari semau
itu adalah penuh dengan tanggung-jawab. Sehingga bila seseorang mencintai
wanita, maka menjadi kewajibannya untuk memperlakukannya dengan cara yang
paling baik.
Rasulullah SAW
bersabda,”Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling baik
terhadap pasangannya (istrinya). Dan aku adalah orang yang paling baik terhadap
istriku”.
Cinta Kepada Lain Jenis Hanya Ada Dalam
Wujud Ikatan Formal
Namun dalam
konsep Islam, cinta kepada lain jenis itu hanya dibenarkan manakala ikatan di
antara mereka berdua sudah jelas. Sebelum adanya ikatan itu, maka pada
hakikatnya bukan sebuah cinta, melainkan nafsu syahwat dan ketertarikan sesaat.
Sebab cinta
dalam pandangan Islam adalah sebuah tanggung jawab yang tidak mungkin sekedar
diucapkan atau digoreskan di atas kertas surat cinta belaka. Atau janji
muluk-muluk lewat SMS, chatting dan sejenisnya. Tapi cinta sejati haruslah
berbentuk ikrar dan pernyataan tanggung-jawab yang disaksikan oleh orang
banyak.
Bahkan lebih
‘keren’nya, ucapan janji itu tidaklah ditujukan kepada pasangan, melainkan
kepada ayah kandung wanita itu. Maka seorang laki-laki yang bertanggung-jawab
akan berikrar dan melakukan ikatan untuk menjadikan wanita itu sebagai orang
yang menjadi pendamping hidupnya, mencukupi seluruh kebutuhan hidupnya dan
menjadi `pelindung` dan ‘pengayomnya`. Bahkan `mengambil alih` kepemimpinannya
dari bahu sang ayah ke atas bahunya.
Dengan ikatan
itu, jadilah seorang laki-laki itu `the real gentleman`. Karena dia telah
menjadi suami dari seorang wnaita. Dan hanya ikatan inilah yang bisa memastikan
apakah seorang laki-laki itu betul serorang gentlemen atau sekedar kelas
laki-laki iseng tanpa nyali. Beraninya hanya menikmati sensasi seksual, tapi
tidak siap menjadi the real man.
Dalam Islam,
hanya hubungan suami istri sajalah yang membolehkan terjadinya kontak-kontak
yang mengarah kepada birahi. Baik itu sentuhan, pegangan, cium dan juga seks.
Sedangkan di luar nikah, Islam tidak pernah membenarkan semua itu. Kecuali
memang ada hubungan `mahram` (keharaman untuk menikahi). Akhlaq ini sebenarnya
bukan hanya monopoli agama Islam saja, tapi hampir semua agama mengharamkan
perzinaan. Apalagi agama Kristen yang dulunya adalah agama Islam juga, namun
karena terjadi penyimpangan besar sampai masalah sendi yang paling pokok,
akhirnya tidak pernah terdengar kejelasan agama ini mengharamkan zina dan
perbuatan yang menyerampet kesana.
Sedangkan
pemandangan yang lihat dimana ada orang Islam yang melakukan praktek pacaran
dengan pegang-pegangan, ini menunjukkan bahwa umumnya manusia memang telah
terlalu jauh dari agama. Karena praktek itu bukan hanya terjadi pada masyarakat
Islam yang nota bene masih sangat kental dengan keaslian agamanya, tapi
masyakat dunia ini memang benar-benar telah dilanda degradasi agama.
Barat yang
mayoritas nasrani justru merupakan sumber dari hedonisme dan permisifisme ini.
Sehingga kalau pemandangan buruk itu terjadi juga pada sebagian pemuda-pemudi
Islam, tentu kita tidak melihat dari satu sudut pandang saja. Tapi lihatlah
bahwa kemerosotan moral ini juga terjadi pada agama lain, bahkan justru lebih
parah.
Pacaran Bukan Cinta
Melihat
kecenderungan aktifitas pasangan muda yang berpacaran, sesungguhnya sangat
sulit untuk mengatakan bahwa pacaran itu adalah media untuk saling mencinta
satu sama lain. Sebab sebuah cinta sejati tidak berentu sebuah perkenalan
singkat, misalnya dengan bertemu di suatu kesempatan tertentu lalu saling
bertelepon, tukar menukar SMS, chatting dan diteruskan dengan janji bertemua
langsung.
Semua bentuk
aktifitas itu sebenarnya bukanlah aktifitas cinta, sebab yang terjadi adalah
kencan dan bersenang-senang. Sama sekali tidak ada ikatan formal yang resmi dan
diakui. Juga tidak ada ikatan tanggung-jawab antara mereka. Bahkan tidak ada
ketentuan tentang kesetiaan dan seterusnya.
Padahal cinta
itu memiliki, tanggung-jawab, ikatan syah dan sebuah harga kesetiaan. Dalam
format pacaran, semua instrumen itu tidak terdapat, sehingga jelas sekali bahwa
pacaran itu sangat berbeda dengan cinta.
Pacaran Bukanlah Penjajakan / Perkenalan
Bahkan kalau
pun pacaran itu dianggap sebagai sarana untuk saling melakukan penjajakan,
perkenalan atau mencari titik temu antara kedua calon suami istri, bukanlah
anggapan yang benar. Sebab penjajagan itu tidak adil dan kurang memberikan
gambaran sesungguhnya dari data yang diperlukan dalam sebuah persiapan
pernikahan.
Dalam format
mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa
saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4
kriteria yang terkenal itu.
Dari Abi
Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW berdabda,”Wanita itu dinikahi karena 4 hal
: [1] hartanya, [2] keturunannya, [3] kecantikannya dan [4] agamanya. Maka perhatikanlah
agamanya kamu akan selamat. “[2](HR.
Bukhari) Selain keempat kriteria itu, Islam membenarkan bila ketika seorang
memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi yang tidak
mungkin diceritakan langsung oleh yang bersangkutan. Maka dalam masalah ini,
peran orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat penting.
Inilah proses
yang dikenal dalam Islam sebaga ta’aruf. Jauh lebih bermanfaat dan objektif
ketimbang kencan berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yang sedang kencan
adalah menampilkan sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka mengenakan
pakaian yang terbaik, bermake-up, berparfum dan mencari tempat-tempat yang
indah dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak lagi demikian
kondisinya.
Istri tidak
selalu dalam kondisi bermake-up, tidak setiap saat berbusana terbaik dan juga
lebih sering bertemua dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum. Bahkan rumah
yang mereka tempati itu bukanlah tempat-tempat indah mereka dulu kunjungi
sebelumnya. Setelah menikah mereka akan menjalani hari-hari biasa yang
kondisinya jauh dari suasana romantis saat pacaran.
Maka kesan
indah saat pacaran itu tidak akan ada terus menerus di dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Dengan demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yang
jujur, sebaliknya sebuah penyesatan dan pengelabuhan.
Dan tidak heran
kita dapati pasangan yang cukup lama berpacaran, namun segera mengurus perceraian
belum lama setelah pernikahan terjadi. Padahal mereka pacaran bertahun-tahun
dan membina rumah tangga dalam hitungan hari. Pacaran bukanlah perkenalan
melainkan ajang kencan saja.
Bab
III
Kesimpulan
Istilah pacaran tidak bisa lepas dari remaja,
karena salah satu ciri remaja yang menonjol adalah rasa senang kepada lawan
jenis disertai keinginan untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya
mulai "naksir" lawan jenisnya. Lalu ia berupaya melakukan pendekatan untuk
mendapatkan kesempatan mengungkapkan isi hatinya. Setelah pendekatannya
berhasil dan gayung bersambut, lalu keduanya mulai berpacaran.
Pacaran dapat diartikan bermacam-macam,
tetapi intinya adalah jalinan cinta antara seorang remaja dengan lawan
jenisnya. Praktik pacaran juga bermacam-macam, ada yang sekedar berkirim surat,
telepon, menjemput, mengantar atau menemani pergi ke suatu tempat, apel, sampai
ada yang layaknya pasangan suami istri.
Di kalangan remaja sekarang ini, pacaran
menjadi identitas yang sangat dibanggakan. Biasanya seorang remaja akan bangga
dan percaya diri jika sudah memiliki pacar. Sebaliknya remaja yang belum memiliki
pacar dianggap kurang gaul. Karena itu, mencari pacar di kalangan remaja tidak
saja menjadi kebutuhan biologis tetapi juga menjadi kebutuhan sosiologis. Maka
tidak heran, kalau sekarang mayoritas remaja sudah memiliki teman spesial yang
disebut "pacar".
Lalu bagaimana pacaran dalam pandangan
Islam??? Istilah pacaran sebenarnya tidak dikenal dalam Islam. Untuk istilah hubungan
percintaan antara laki-laki dan perempuan pranikah, Islam mengenalkan istilah "khitbah (meminang".
Ketika seorang laki-laki menyukai seorang perempuan, maka ia harus
mengkhitbahnya dengan maksud akan menikahinya pada waktu dekat. Selama masa
khitbah, keduanya harus menjaga agar jangan sampai melanggar aturan-aturan
yang telah ditetapkan oleh Islam, seperti berduaan, memperbincangkan aurat, menyentuh, mencium, memandang dengan nafsu, dan melakukan selayaknya suami istri.
yang telah ditetapkan oleh Islam, seperti berduaan, memperbincangkan aurat, menyentuh, mencium, memandang dengan nafsu, dan melakukan selayaknya suami istri.
Ada perbedaan yang mencolok antara pacaran
dengan khitbah. Pacaran tidak berkaitan dengan perencanaan pernikahan,
sedangkan khitbah merupakan tahapan untuk menuju pernikahan. Persamaan keduanya
merupakan hubungan percintaan antara dua insan berlainan jenis yang
tidak dalam ikatan perkawinan.Dari sisi persamaannya, sebenarnya hampir tidak ada perbedaan antara pacaran dan khitbah. Keduanya akan terkait dengan bagaimana orang mempraktikkannya. Jika selama masa khitbah, pergaulan antara laki-
aki dan perempuan melanggar batas-batas yang telah ditentukan Islam, maka itu pun haram. Demikian juga pacaran, jika orang dalam berpacarannya melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam, maka hal itu haram.
tidak dalam ikatan perkawinan.Dari sisi persamaannya, sebenarnya hampir tidak ada perbedaan antara pacaran dan khitbah. Keduanya akan terkait dengan bagaimana orang mempraktikkannya. Jika selama masa khitbah, pergaulan antara laki-
aki dan perempuan melanggar batas-batas yang telah ditentukan Islam, maka itu pun haram. Demikian juga pacaran, jika orang dalam berpacarannya melakukan hal-hal yang dilarang oleh Islam, maka hal itu haram.
Jika seseorang menyatakan cinta pada
lawan jenisnya yang tidak dimaksudkan untuk menikahinya saat itu atau dalam
waktu dekat, apakah hukumnya haram? Tentu tidak, karena rasa cinta adalah
fitrah yang diberikan allah, sebagaimana dalam firman-Nya berikut:Dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikan itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum: 21)
Allah telah menjadikan rasa cinta dalam
diri manusia baik pada laki-laki maupun perempuan. Dengan adanya rasa cinta,
manusia bisa hidup berpasang-pasangan. Adanya pernikahan tentu harus didahului
rasa cinta. Seandainya tidak ada cinta, pasti tidak ada orang yang mau membangun
rumah tangga. Seperti halnya hewan, mereka memiliki instink seksualitas tetapi
tidak memiliki rasa cinta, sehingga setiap kali bisa berganti pasangan. Hewan
tidak membangun rumah tangga.
Menyatakan cinta sebagai kejujuran hati tidak bertentangan dengan syariat Islam. Karena tidak ada satu pun ayat atau hadis yang secara eksplisit atau implisit melarangnya. Islam hanya memberikan batasan-batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri.
Menyatakan cinta sebagai kejujuran hati tidak bertentangan dengan syariat Islam. Karena tidak ada satu pun ayat atau hadis yang secara eksplisit atau implisit melarangnya. Islam hanya memberikan batasan-batasan antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan suami istri.
Di antara batasan-batasan tersebut
ialah:
1.
Tidak melakukan perbuatan yang dapat mengarahkan kepada zina
Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina: sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32) Maksud ayat ini, janganlah kamu melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menjerumuskan kamu pada perbuatan zina. Di antara perbuatan tersebut seperti berdua-duaan dengan lawan jenis ditempat yang sepi, bersentuhan termasuk bergandengan tangan, berciuman, dan lain sebagainya.
2. Tidak menyentuh perempuan yang bukan mahramnya
Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu mendekati zina: sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32) Maksud ayat ini, janganlah kamu melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa menjerumuskan kamu pada perbuatan zina. Di antara perbuatan tersebut seperti berdua-duaan dengan lawan jenis ditempat yang sepi, bersentuhan termasuk bergandengan tangan, berciuman, dan lain sebagainya.
2. Tidak menyentuh perempuan yang bukan mahramnya
Rasulullah SAW bersabda, "Lebih
baik memegang besi yang panas daripada memegang atau meraba perempuan yang
bukan istrinya (kalau ia tahu akan berat siksaannya). "
3. Tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya
3. Tidak berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya
Dilarang laki dan perempuan yang bukan
mahramnya untuk berdua-duan. Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan
seorang perempuan yang tidak mahramnya, karena ketiganya adalah setan."
(HR. Ahmad).
4. Harus menjaga mata atau pandangan
Sebab mata kuncinya hati. Dan pandangan
itu pengutus fitnah yang sering membawa kepada perbuatan zina. Oleh karena itu
Allah berfirman, "Katakanlah kepada laki-laki mukmin hendaklah mereka memalingkan
pandangan (dari yang haram) dan menjaga kehormatan
mereka.....Dan katakanlah kepada kaum wanita hendaklah mereka meredupkan mata mereka dari yang haram dan menjaga kehormatan mereka..." (QS. An-Nur: 30-31)
Yang dimaksudkan menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak melepaskan pandangan begitu saja apalagi memandangi lawan jenis penuh dengan gelora nafsu.
5. Menutup aurat
mereka.....Dan katakanlah kepada kaum wanita hendaklah mereka meredupkan mata mereka dari yang haram dan menjaga kehormatan mereka..." (QS. An-Nur: 30-31)
Yang dimaksudkan menundukkan pandangan yaitu menjaga pandangan, tidak melepaskan pandangan begitu saja apalagi memandangi lawan jenis penuh dengan gelora nafsu.
5. Menutup aurat
Diwajibkan kepada kaum wanita untuk
menjaga aurat dan dilarang memakai pakaian yang mempertontonkan bentuk
tubuhnya, kecuali untuk suaminya. Dalam hadis dikatakan bahwa wanita yang
keluar rumah dengan berpakaian yang mempertontonkan lekuk tubuh, memakai minyak
wangi yang baunya semerbak, memakai "make up" dan sebagainya setiap langkahnya
dikutuk oleh para Malaikat, dan setiap laki-laki yang memandangnya sama dengan
berzina dengannya. Di hari kiamat nanti perempuan seperti itu tidak akan mencium
baunya surga (apa lagi masuk surga) Selagi batasan di atas tidak dilanggar,
maka pacaran hukumnya boleh.
Tetapi persoalannya mungkinkah pacaran tanpa berpandang-pandangan, berpegangan, bercanda ria, berciuman, dan lain sebagainya. Kalau mungkin silakan berpacaran, tetapi kalau tidak mungkin maka jangan sekali-kali berpacaran karena azab yang pedih siap menanti Anda.
Tetapi persoalannya mungkinkah pacaran tanpa berpandang-pandangan, berpegangan, bercanda ria, berciuman, dan lain sebagainya. Kalau mungkin silakan berpacaran, tetapi kalau tidak mungkin maka jangan sekali-kali berpacaran karena azab yang pedih siap menanti Anda.
Daftar pustaka
Dikutip
dari http://www.alislam.or.id/artikel/arsip/00000028.html
Sumber : Pusat Konsultasi
syariah
http://id.wikipedia.org/wiki/Pacaran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar